Nearly One Year after Giving Birth to a Human Baby


There is a secret in our culture, and it’s not birth is painful. It’s that women are strong.” Laura Harm


Setahun lalu, tanggal 5 Juli 2021 pukul 7 malam, saya menyadari ada bercak darah di celana dalam saat pipis. Spontan saya memanggil suami saya dan menyuruhnya bersiap. Bayi 9 bulan dalam kandungan saya, mengirim tanda untuk keluar.

Selama kehamilan saya bisa dibilang mempersiapkan segala sesuatu dengan matang. Fisik dan jiwa saya terutama. Sejak kandungan saya berusia 6 bulan saya rajin mengikuti latihan napas bersama doula dan bidan online di youtube baik dalam maupun luar negeri. Puji Tuhan yah teknik napas terutama teknik napas dalam sangat membantu mengurangi nyeri kontraksi HIS. Selain itu juga saya sudah mempersiapkan diri saya dengan rasa sakit proses melahirkan dan melatih diri bahwa rasa sakit itu bukanlah stresor tetapi tanda positif bayi ingin keluar. Yang lupa saya siapkan adalah latihan mengedan.


Setelah bercak darah keluar, rentetan rasa sakit mulai muncul. Saya mendowload aplikasi penghitung HIS dan memastikan jarak HIS saya. Yang saya ingat jika HIS lebih lama dan sering sudah saatnya ke Puskesmas. Selama itu juga saya habiskan dengan berjalan. Semalaman saya tidak tidur, hanya tidur ayam saking seringnya terbangun karena sakit. Suami saya? Entahlah. Saya fokus pada diri saya sendiri saat itu. Pukul 8 pagi tanggal 6 Juli keesokan harinya, suami saya mengantar saya ke Puskesmas Kota. Di sana saya disambut Ka Lia, bidan sekaligus istri dari sepupu suami saya. Setelah dilakukan pemeriksaan dalam, saya pembukaan 4. HIS semakin sering dan saya berhasil manahan semuanya dengan teknik napas dalam. Yang saya ingat selama proses pembukaan 4-10 itu adalah rasa sakit HIS, saya berjalan ke sana kemari mengelilingi Puskesmas Kota, dan teknik napas dalam.  Demi Tuhan, teknik napas dalam ini sangat membantu. Ibu hamil wajib mempelajari ini sebelum melahirkan.

 
Yang jelas selama proses menuju pembukaan lengkap saya bisa menahan semua sakit itu hanya dengan teknik napas dalam. Keluarga mulai berbondong-bondong ke Puskesmas. Suami saya, Dian, Fitri, Seren, Mama Ene, Bapa Mili, Koko, kekasih Fitri, Bapa Mili, Sabno, Carlos, dan Bapa saya. Mama saya yg penyakitan tidak bisa menemani. Saya pikir dukungan keluarga paling penting. Akhirnya ketika melewati begitu banyak rasa sakit dan ribuan napas dalam, Pukul 9 pembukaan lengkap dan tepat pukul 10 air ketuban pecah. Para Bidan di Puskesmas Kota memimpin lahir, tetapi adek bayi tak kunjung lahir.  Saya tidak bisa mengedan. Saya mencoba berkali-kali tak bisa hingga akhirnya jam 12 saya dirujuk di RSUD Ruteng.


Perjalanan di RSUD tak kalah pelik. Sakit HIS pembukaan lengkap bukan main. Saya tak bisa lagi menahan dan merasa seperti langit runtuh. Dengan segala kekuatan yang ada mencoba untuk melakukan latihan napas. Waktu berjalan lambat, ketakutan bayi saya terjadi apa-apa saling beriringan dengan rasa sakit. Memori samar-samar yang saya ingat hanya kecemasan akan keselamatan bayi saya. Saya sama sekali tak mencemaskan keselamatan saya, sebuah perasaan baru yang aneh yang mungkin hanya muncul ketika saya menjadi Ibu. Pukul 1 pagi saya dibawah ke VK atau ruang bersalin. VK sangat penuh hari itu. Saya pikir saya akan melahirkan di selasar VK, untungnya Ka Ira, Bidan sekaligus istri dari Teman kerja saya membawa saya ke ruangan USG dan akhirnya saya melahirkan di situ. Dipandu Ka Atik. Saya masih tidak bisa mengedan. Ka Atik akhirnya berdiri di atas perut saya dan mendorong bayi saya keluar. Yang paling saya ingat adalah sakitnya perinium digunting. Lalu Bayi saya keluar pukul 2:30 tanggal 7 Juli 2021. Setelah bayi keluar, semua sakit yang saya rasakan hilang ditelan bumi. Rasa sakit itu muncul memang bertujuan untuk mengeluarkan sang bayi, jadi yah wajar sih kalau setelah bayinya keluar rasa sakitnya hilang. 

Hal pertama yang saya lakukan setelah proses melahirkan yang panjang adalah memastikan bayi saya baik-baik saja. Kemudian muncul rasa sakit berikutnya, yaitu ketika bidan memasukan tangan ke rahim saya untuk mengambil bagian plasenta yang belum keluar. Lalu puncak dari segala rasa sakit saat perinium saya dijahit. Saya menyerah dan berteriak 😭😭😭. Hasilnya saya dimarahi Bidan Atik selama proses menjahit itu. Katanya,


"Hanya kau saja ibu melahirkan yang teriak pas jahit dan diam saat melahirkan.."


Mungkin karena saya sudah lelah latihan napas dalam selama 10 jam pembukaan lengkap.  Kemudian semuanya samar-samar. Saya ingat habis itu tidur lama sekali setelah diberi obat penghenti pendarahan yang membuat seluruh badan menggigil. 

13 jam setelah melahirkan  kami pindah ke ruang rawat dan menginap 2 malam. Pulang ke rumah seluruh badan saya mulai terasa sakit. Vagina yang nyeri, rahim yang berkontraksi,payudara yang bengkak karena ASI tak keluar, hingga ambeyen.
4 hari setelah melahirkan saya menangis dalam pelukan Ibu saya. Cape, kelah, sakit, menyesal menjadi anak yang kurang berbakti sementara Ibumu mengeluarkanmu dari vaginannya dengan semua rasa sakit mengerikan  intinya baby blues. Untungnya semua dilalui dengan selamat. Berkat Novena 3 kali salam Maria juga terutama.
Yang jelas melahirkan itu membuat saya takjub, saya bisa mengatasi rasa sakit. Menjadi Ibu membuatmu kagum bagaimana Tuhan menggunakan tubuhmu untuk mendatangkan manusia baru dan membiarkan alam menyembuhkan tubuhmu itu bersama waktu.
Yang jelas hampir 1 tahun saya mengeluarkan bayi manusia dari vagina saya, saya merasa bersyukur. Dan tak lupa mendoakan semua tenaga kesehatan yang merawat saya dari hamil hinggal melahirkan, dokter kandungan, bidan puskesmas kota, dokter UGD, Bidan UGD, Bidan VK dan semua Bidan yang membantu melahirkan mukjizat ke dunia. Terutama Bidan Lia,  Ira dan Atik yang membantu proses kelahiran Zefan, bayi saya.


Bayi manusia yang lahir setahun lalu itu,  dua hari lagi 1 tahun dan tertidur pulas di samping saya..



Tidak ada komentar