(Review 2014) Bukan Salah Waktu

Judul Bukan Salah Waktu  
No. ISBN :9786027888944 
Penulis :Nastiti Denny 
Tanggal terbit Desember - 2013 
Penerbit : Bentang Pustaka
Jumlah Halaman 256

Buku yang akan gue review berjudul (Bukan) Salah Waktu yang ditulis oleh Mbak Nastiti, teman gue di Kampung Fiksi (iya gue temannya sama tante-tante *ditamparMbakNastiti *cengir) yang akhirnya setelah keroyokan bikin buku akhirnya bisa punya buku tunggal.. Horee selamat Mbak Nastiti!!! Yang so swweet lagi ada nama gue di buku ini ya ampunn senang banget serasa punya buku sendiri hihihi apalagi kalau buku gue terbit yakk :D  Sip daripada gue mulai ngelindur kemana-mana mending kita sudahi saja paragraf awal yang ini dan masuk ke isi buku.
Bukan salah waktu dimulai oleh adegan Sekar, tokoh utama perempuan kita yang mimpi terkurung dalam sebuah ruangan sempit. Untuk sebuah pembukaan novel, menurut gue ini briliant-Thank God, Mbak Nastiti tidak memulai dengan mentari baru saja muncul dari peraduan ketika Sekar bla bla- Mimpi itu dimulai ketika Sekar memutuskan untuk berhenti bekerja dan menjadi Ibu rumah tangga dengan alasan fokus mengurus suami. Selain Mimpi, Sekar dihadapi tiga hal pelik. Satu, dia belum siap jadi Ibu Rumah tangga karena dia ga bisa masak dan ga bisa diharapkan untuk melakukan perkerjaan rumah tangga. Dua, dia tidak terus terang pada keluarga suaminya kalau kedua orangtuanya telah berpisah.
Dan tiga, seorang pria bernama Bram tiba-tiba datang dan bilang suaminya Prabu sudah punya anak bersama perempuan lain dan anak itu sudah berumur tujuh tahun. Masalah-masalah itu bikin Sekar sukses jadi wanita galau nomor satu di dunia. Dan puncaknya dia mengetahui rahasia besar tentang jati dirinya. Bagaimana kelanjutan hubungan Sekar dan Prabu? Apakah Sekar akan memaafkan Prabu? Apakah Sekar akhirnya jadian sama Bram? Apakah akhirnya Sekar meninggal (yang ini lebay aja)? Yups biarkan waktu eh kalian temukan sendiri di novel keren ini.
(Bukan) salah waktu adalah novel tentang drama rumah tangga. Yaps, menikah itu bukan perkaran sah di depan penghulu atau bersedia di depan pastor tetapi lebih daripada itu. Kalian siap atau ngga secara batin menerima kekurangan pasangan dan masa lalunya yang mungkin buruk kaya Prabu. Novel berjumlah 244 halaman ini sukses membulatkan tekad saya untuk berpikir dahulu untuk menikah karena saya sebenarnya belum siap *ehmalahcurhat Setting terjadi di Jakarta. Plotnya maju mundur alias peristiwa sekarang ke peristiwa masa lalu ke peristiwa sekarang lagi. Point of view yang digunakan orang ketiga serba tahu. Penokohan bisa saya katakan cukup baik Cuma saya gemes sama Prabu yang lemah karena tampaknya tidak merealisasikan keinginannya untuk mempertahankan pernikahannya dengan Sekar. Secara teknis Novel ini well editedlah (tepuk tangan untuk editornya Mbak Fitria) soalnya saya ga menemukan Typo.
Kelebihan novel ini banyak. Mbak Nastiti mencoba merangkai kata-kata dengan baik, pemilihan kata yang apik, dan ide cerita yang biasa jadi spetakuler. Penuturan yang sangat kronologis sekali dan tentu saja penokohan yang baik. Hanya saja ada beberapa hal yang masih mengganjal saya sebagai penyuka novel. Ada beberapa clue yang seperti hilang, seperti bagaimana Prabu dan Sekar bertemu dan memutuskan menikah, kalau mereka pacaran lama ga mungkin kayanya Prabu ga tahu masalah keluarga Sekar (atau ekye yang gagal fokus pas baca yah :D) Yang kedua blurbnya..Aduh, please deh Bentang, berhenti bikin blurb berisi kata puitis kaya begini. Percayalah yang baca Bukan salah waktu bukanlah ABG yang suka baca kata puitis tetapi wanita dewasa dan cantik (kaya saya) yang pengen tahu seperti apa buku ini? Temanya tentang apa? Masalahnya tentang apa? Bukan pernyataan seseorang betapa dia mencintai seseorang. Yang ketiga ada beberapa konflik yang hanya diceritakan bukan ditunjukkan penyelesaiannya alias telling not showing (yang ini nanti PM aja sama Mbak Nastity takutnya spoiler kalau ditulis di sini *tsaahh)
Pesan yang dapat kita petik dari Novel ini banyak, Gue rangkum tiga pesan. Yang pertama, jangan pernah berbohong dengan Suami/Istri Anda percayalah pasti bakal ketahuan. Yang kedua Jadi orang tua tidak boleh membanding-bandingkan anak, ga baik buat pertumbuhan psikologisnya. Yang ketiga memaafkan adalah senjata ampuh untuk kebahagian kita dan orang lain. Buku ini layak dibaca apalagi buat Anda-anda yang ragu mau nikah atau enggak dengan pasangan Anda :D
Sekian

Tidak ada komentar